Dalam langkah
pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Ada empat masalah utama yang
harus di benahi pemerintah.
Pertama, masalah
kurikulum. Pergantian kurikulum lama ke kurikulum baru di nilai perlu, karena
dianggap sebagai inovasi dari kurikulum yang sebelumnya. Saat ini, kurikulum
yang ditetapkan oleh pemerintah adalah kurikulum 2013. Sebenarnya kurikulum 2013
ini adalah kurikulum yang bagus walaupun sistem penilainnya masih sedikit
rumit. Sayangnya kurikulum 2013 menghapus bidang studi TIK (Teknologi Informasi
dan Komunikasi) dari 13 studi wajib.
Padahal, keterampilan
menggunakan teknologi itu sangat penting. Saya sendiri menyetujui
diberlakukannya kurikulum 2013, tentunya dengan beberapa perbaikan.
Masalah kedua adalah guru.
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Namun, saat ini sebagian guru kurang
mendapatkan pelatihan yang efisien dan aplikatif. Di sekolah negeri sistem
mengajar guru masih banyak memakai sistem zaman dulu. Padahal sekarang sudah
zaman digital. Di tambah siswa yang dihadapinya lahir di zaman digital. Bahkan,
kepala sekolah banyak yang sudah tua dan hampir pensiun.
Masalah ketiga adalah
budaya literasi di kalangan pelajar masih lemah. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State
university of New Britain, Amerika Serikat yang menempatkan indonesia di posisi
60 dari 61 negara di dunia.
Peserta didik masih belum
memupuk kecintaan mereka terhadap membaca. Tak hanya pada peserta didik, di
kalangan guru dan dosen juga sama keadaannya. Itu bisa dibuktikan dengan
minimnya sejumlah buku yang mereka miliki. Para pelajar lebih banyak
memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengisi kegiatan mereka diluar dibanding
membaca. Begitupun saat di sekolah, saat istirahat lebih banyak menghabiskan
waktu di kantin atau bercengkrama dibanding pergi ke perpustakaan.
Belum lagi perpustakaan
yang tidak terawat dan minim buku semakin menurunkan niat siswa untuk membaca. Taufiq
Ismail pernah melakukan penelitian pada tahun 1996, ia memaparkan perbandingan
tentang budaya baca di kalangan pelajar SMA. Rata-rata lulusan SMA di Jerman
sudah membaca 32 judul buku, Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, jepang 15 buku,
Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei Darussalam 7 buku, sementara
Indonesia hanya 1 buku. Bisa dibayangkan betapa rendahnya budaya literasi di
dunia edukasi. Oleh sebab itu, awal tahun pelajaran 2015/2016 lalu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan Menteri yang mewajibkan
siswa/i membaca buku minimal 10 menit sebelum jam belajar dimulai.
Dan yang terakhir,
buku-buku teks pelajaran yang digunakan masih “lower order thinking skill” atau kemampuan berpikir masih rendah. Buku
di Indonesia hanya menuliskan beberapa poin penting tanpa di jelaskan secara
detail. Padahal di Luar negeri setiap siswa telah kembangkan “high order thinking skill”, dimana buku
teks pelajaran mereka sudah mengacu para peserta didiknya pada level
menganalisis, mengevaluasi dan mengidentifikasi 13 keterampilan tingkat tinggi,
yaitu :
· Membandingkan
· Mengklasifikasi
· Menginduksi
· Menyimpulkan
· Menganalisis kesalahan
· Membangun pendukung
· Menganalisis perspektif
· Mengabstraksi
· Mengambil keputusan
· Memecahkan masalah
· Menemukan eksperimen
· dan menemukan konsep dalam kerangka dimensi belajar
Oleh karena itu, peserta didik harus belajar keterampilan
berpikir tingkat tinggi untuk membantu mereka memecahkan masalah dalam belajar
dan meningkatkan hasil akademik mereka.
Kesimpulan.