Bladsye

Maandag 22 Augustus 2016

POTRET PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA



            Dalam langkah pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Ada empat masalah utama yang harus di benahi pemerintah.

            Pertama, masalah kurikulum. Pergantian kurikulum lama ke kurikulum baru di nilai perlu, karena dianggap sebagai inovasi dari kurikulum yang sebelumnya. Saat ini, kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah adalah kurikulum 2013. Sebenarnya kurikulum 2013 ini adalah kurikulum yang bagus walaupun sistem penilainnya masih sedikit rumit. Sayangnya kurikulum 2013 menghapus bidang studi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dari 13 studi wajib.

            Padahal, keterampilan menggunakan teknologi itu sangat penting. Saya sendiri menyetujui diberlakukannya kurikulum 2013, tentunya dengan beberapa perbaikan.

            Masalah kedua adalah guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan. Namun, saat ini sebagian guru kurang mendapatkan pelatihan yang efisien dan aplikatif. Di sekolah negeri sistem mengajar guru masih banyak memakai sistem zaman dulu. Padahal sekarang sudah zaman digital. Di tambah siswa yang dihadapinya lahir di zaman digital. Bahkan, kepala sekolah banyak yang sudah tua dan hampir pensiun.

            Masalah ketiga adalah budaya literasi di kalangan pelajar masih lemah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State university of New Britain, Amerika Serikat yang menempatkan indonesia di posisi 60 dari 61 negara di dunia.

            Peserta didik masih belum memupuk kecintaan mereka terhadap membaca. Tak hanya pada peserta didik, di kalangan guru dan dosen juga sama keadaannya. Itu bisa dibuktikan dengan minimnya sejumlah buku yang mereka miliki. Para pelajar lebih banyak memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengisi kegiatan mereka diluar dibanding membaca. Begitupun saat di sekolah, saat istirahat lebih banyak menghabiskan waktu di kantin atau bercengkrama dibanding pergi ke perpustakaan.

            Belum lagi perpustakaan yang tidak terawat dan minim buku semakin menurunkan niat siswa untuk membaca. Taufiq Ismail pernah melakukan penelitian pada tahun 1996, ia memaparkan perbandingan tentang budaya baca di kalangan pelajar SMA. Rata-rata lulusan SMA di Jerman sudah membaca 32 judul buku, Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, jepang 15 buku, Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei Darussalam 7 buku, sementara Indonesia hanya 1 buku. Bisa dibayangkan betapa rendahnya budaya literasi di dunia edukasi. Oleh sebab itu, awal tahun pelajaran 2015/2016 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan Menteri yang mewajibkan siswa/i membaca buku minimal 10 menit sebelum jam belajar dimulai.

            Dan yang terakhir, buku-buku teks pelajaran yang digunakan masih “lower order thinking skill” atau kemampuan berpikir masih rendah. Buku di Indonesia hanya menuliskan beberapa poin penting tanpa di jelaskan secara detail. Padahal di Luar negeri setiap siswa telah kembangkan “high order thinking skill”, dimana buku teks pelajaran mereka sudah mengacu para peserta didiknya pada level menganalisis, mengevaluasi dan mengidentifikasi 13 keterampilan tingkat tinggi, yaitu :
·       Membandingkan
·       Mengklasifikasi
·       Menginduksi
·       Menyimpulkan
·       Menganalisis kesalahan
·       Membangun pendukung
·       Menganalisis perspektif
·       Mengabstraksi
·       Mengambil keputusan
·       Memecahkan masalah
·       Menemukan eksperimen
·       dan menemukan konsep dalam kerangka dimensi belajar
Oleh karena itu, peserta didik harus belajar keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk membantu mereka memecahkan masalah dalam belajar dan meningkatkan hasil akademik mereka.

Kesimpulan.

            Memang sudah saatnya pendidikan di Indonesia kembali pada konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Jika konsep ini di gali dan implementasikan maka bisa saja pendidikan Indonesia lebih maju.
            Lebih lanjut, menurut saya pemikiran Bapak
Muhadjir Effendy mengenai pengembangan pendidikan dan pelatihan guru patut di apresiasi. Tentunya harus di dukung oleh berbagai elemen baik masyarakat maupun lingkungan itu sendiri. Harapannya agar pendidikan Indonesia dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Jayalah terus edukasi Indonesia.


Woensdag 15 April 2015

~

apa yang dilakukan dengan terpaksa lama kelamaan membuat menjadi suka dan suka itu semakin dalam, begitu pula apa yang disuka menghilang dan kita merasa sangat tertekan atas kehilangan yang awalnya terpaksa tersebut. kini tak perlu ada yang disesali, Tuhan telah mengatur apa yang akan terjadi pada hidup ini.

Sondag 30 November 2014

waeso

aku lelah dengan semua ini ya Allah, aku tak sanggup atas semuanya, aku ingin kembali kepelukanMu, aku tak ingin lahir dan hidup di dunia ini :'( . kalaupun engkau masi mengingikanku untuk hidup di dunia ini, aku mohon tegarkanlah aku ya Allah, kuatkan aku, :"(